Minggu, 20 Februari 2011

Kisah Hikmah : Ridha, Ikhlas, dan Syukur

muslim family
Image by Freepik


Alkisah diceritakan hiduplah pasangan suami istri yang sangat miskin. Untuk makan sehari-hari saja mereka sering makan dengan nasi merah dengan kecap saja atau nasi putih dengan garam saja. Pekerjaan suaminya tidak tentu, istrinya pun demikian. Namun keduanya senantiasa tak pernah melewatkan datang ke pengajian mingguan di mesjid dekat rumahnya sehingga mereka memiliki sedikit ilmu yang bisa mereka gunakan untuk menjalani hidup mereka.

Suatu hari sang suami pulang ke rumah, ia baru pulang setelah menjadi kuli angkut di kebun milik seorang petani kaya, ia mengangkut berkarung-karung ubi dari kebun ke sebuah mobil bak terbuka yang jaraknya cukup jauh dari kebun. Ia mendapatkan upah seribu rupiah untuk setiap karung ubi yang berhasil diangkutnya. Hari itu ia dapat mengangkut dua puluh karung ubi. Namun hari itu sang pemilik kebun tak langsung membayar upahnya alhasil tatkala ia pulang, ia tak membawa uang sepeserpun untuk istrinya, ia datang hanya membawa senyum untuk istrinya.



Suami : “assalamu’alaikum”


Istri : “wa’alaikumsalam”


Sang istri tersenyum pada suaminya, kemudian mengambil saputangan lalu mengelap keringat suaminya yang bercucuran. Sedikitpun ia tak bertanya apakah hari itu suaminya membawa uang atau tidak. Sementara ia tau bahwa ia tak memiliki sepeser uang pun hari ini.


Istri : “mau makan sekarang kang, ade dah masak nasi tuh”


Suami : “ia de, akang laper, ade juga belum makan kan, hayu kita makan bareng”


Sang suami tau kebiasaan istrinya yang selalu menunggu dirinya pulang sebelum dia makan. Biasanya juga kalo tidak ada apa2 yang bisa dimasak, mereka berdua kompak untuk berpuasa. Hari ini istrinya hanya memasak nasi saja dan akan memakannya bersama garam saja. Sang istri pun menghidangkan makanan untuk suaminya.


Suami : “Hmm de, akang ridho walaupun hari ini kita makan sama nasi dan garam saja, mungkin memang inilah rejeki yang Allah berikan kepada kita de”


Istri : “ia kang, ade juga ridho. Pak kiai kan pernah bilang, beberapa ribu tahun Sebelum Allah menciptakan langit dan bumi beserta isinya, Allah telah menetapkan rejeki, ajal, kebahagiaan, dan kesengsaraan bagi tiap2 manusia. Ya, inilah rejeki kita berdua kang. Kita harus bersyukur kang”


Suami : “ia de..


Istri : “oiya, ade juga ridho, bisa bersuamikan akang, bukankah ini juga sudah ketetapan dari Allah kang? (sambil senyam senyum)


Suami : “iya de, akang apalagi, teramat bersyukur bisa punya istri yang sholehah kaya ade..”


Kedua suami istri tersebut kemudian makan sembari saling melempar senyum. Mereka berdua teramat bahagia menjalani hidup berdua. Walaupun orang memandang hidup mereka serba kekurangan, tapi mereka berdua tetap merasa cukup dengan apa yang telah Allah berikan kepada mereka, tak pernah mereka mereka mengeluh apalagi mencela Allah SWT. Hanya kebahagiaan yang mengisi hari-hari mereka berdua karena mereka ridho dengan apa yang telah Allah berikan kepada mereka.


Mungkin inilah yang disebutkan Abdul Wahid bin Zaid, ‘’Rdho adalah pintu Alloh terbesar, surga dunia, dan tempat peristirahatan ahli ibadah.’’


Ya, Ridho dengan ketetapan Allah adalah surga dunia. Ada juga ulama yang mengatakan bahwa ridho itu lebih hebat daripada sabar dan lebih tinggi derajatnya daripada zuhud.


Dalam sebuah hadits Qudsi Allah SWT berfirman:. Hai dunia ! Jadikanlah budakmu bagi siapa yang tamak memilikimu, hambakan dirimu pada siapa yang zahid padamu.

Maka barangsiapa yang tidak ridho dg qadhaKU, dan tidak sabar atas bala’KU, dan tidak syukur terhadap nikmatKU dan tidak menerima dg pemberianKU, Maka carilah Tuhan selainKU”.

Mari kita bercermin pada diri sendiri, apakah kita sering merasa tidak puas dengan apa yang telah kita dapatkan? Jika ya, berarti kita belum ridho dengan apa yang telah Allah tetapkan untuk kita. Apakah kita sering merasa menjadi manusia yang paling menderita di dunia ini? Berarti kita juga belum ridho atas cobaan yang dibebankan oleh Allah kepada kita. Selain itu, kita juga kurang bermuhasabah bahwa masih banyak orang yang jauh lebih menderita dari kita, atau pastinya kita lupa, kisah para Nabi dan Rosul. Merekalah orang-orang yang paling berat ujiannya. Lupakah kita dengan Rosululloh Muhammad SAW yang pernah mengganjal perutnya dengan beberapa batu untuk menahan lapar yang teramat sangat? Ingatlah bahwa jika Allah mencintai hamba-Nya, maka Allah akan memberikan ujian-ujian kepada hamba tersebut. Bila kita berhasil melewati satu ujian, maka meningkatlah derajat kita dihadapan Allah SWT dan begitu seterusnya.


Marilah kawan, kita senantiasa memperbaharui keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT agar kita termasuk orang-orang yang ridho menjalani kehidupan ini agar kita bisa meraih kebahagiaan di dunia yang sedang kita jalani, maupun di akhirat, tempat kita kembali. Aamiin


2 komentar:

asp.net mengatakan...

wah mengena banget nih tauziahnya

yaserantariksa mengatakan...

terima kasih kak

Artikel Populer